Everyday I Love You

I don't know but I believe
That some things are meant to be
And that you'll make a better me
Everyday I love you
I never thought that dreams came true
But you showed me that they do
You know that I learn somethng new
Everyday I love you
'Cos I believe that destiny
Is out of our control (don't you know that I do)
And you'll never live until you love
With all your heart and soul.
It's a touch when I feel bad
It's a smile when I get mad
All the little things I am
Everyday I love you
Everyday I love you boy
Everyday I love you
'Cos I believe that destiny
Is out of our control (don't you know that I do)
And you'll never live until you love
With all your heart and soul
If I asked would you say yes?
Together we're the very best
I know that I am truly blessed
Everyday I love you
And I'll give you my best
Everyday I love you

PRT oh PRT

Kalo cerita mengenai PRT ada banyak hal yang bisa diceritakan karena jobdesknya yang sangat unik.
Saya kenal PRT ketika ngontrak rumah di Bandung pas kuliah. Cuman tidak terlalu mendalam karena tinggal bayar, dia masak dan bersih-bersih plus cuci baju, setelah itu dia pulang. Menunya tergantung temen-temen biasanya. Saya sih apa saja boleh, yang penting makan. Tidak pilh-pilih soal lauk. Kemudian berniat tidak menggunakan PRT ketika menikah nanti karena memang sejak kecil sudah terbiasa tanpa PRT. Ibu saya aja bisa, kenapa saya enggak? Begitu pikir saya.
Setelah menikah, ternyata mertua pindah tempat tinggal dan meninggalkan PRTnya di rumah yang saya tempati bersama suami. Mau tidak mau ya saya pakai juga. Ibu mertua bilang sih, kalau saya tidak mau pakai jasanya disuruh pulang aja. Saya pikir tidak apa-apalah buat bantu-bantu. Rasanya capek juga kalo harus kerja dari pagi sampai sore trus mesti bersihkan rumah dan masak pula. Lagian kasian juga kalo harus memulangkan dia. Udah tua, gak ada lahan pekerjaan. Dia kerja untuk suaminya yang sakit-sakitan. Mereka tidak punya anak, jadi mereka hidup berdua.
Yang namana pembantu ya jobdesknya membantu. Jadi tanggung jawab rumah tetep di saya. Saya juga memperlakukan dia seperti keluarga saya sendiri. Saya jarang menyuruh yang bersifat memerintah, dan kebetulan dia sudah tahu apa yang harus dilakukannya.
Awalnya semua berjalan baik. Sampai akhirnya ada beberapa barang yang "rasanya" berkurang. Saya sendiri kurang tahu karena barang2nya kebanyakan milik mertua. Akhirnya karena takut disangka tidak menjaga barang pemberian dengan baik, saya lakukan "stock opname". Daannn ternyata bener, sedikit demi sedikit barang menghilang. Mau saya tanya ke PRT kok rasanya seperti menuduh, gak ditanya kok semakin gawat. Bingung banget! Saya orang yang tidak senang dengan konfrontasi.
Akhirnya pada suatu waktu pintu kamar PRT saya terbuka dan ada banyak kardus di dalamnya [kebetulan di mau mudik]. Saya iseng membuka kardus, dan ternyata isinya perabot dan pakaian yang hilang.
Rasanya pengen meledak saja. Udah dibaik-baikin kok kita dijahatin! Akhirnya saya mengadu kepada ortu. Ortu bilang, biarin aja dia pulang. Biasanya dia males balik.
Suatu hari dia menelpon lagi. Berhubung saya mau punya baby dan belum ada pembantu, akhirnya saya menerima dia lagi dengan melakukan pengamanan yang lebih ketat.
Dia BT karena semua lemari yang biasanya tidak terkunci jadi saya kunci. Bayi lahir, dia jadi ada tambahan pekerjaan mengurus bayi. Saya naikkan gajinya. Bulan depannya dia mengadu pada kakak ipar saya minta dinaikkan gaji. Katanya capek. Saya kasian juga, akhirnya saya naikkan. Eh bulan depannya lagi dia menelpon mertua saya di Bali dan minta naik gaji, kalo tidak dinaikkan dia tidak akan balik dari mudik.
Wah saya langsung naik pitam donk! Saya kan sudah survei tuh gaji pengasuh yang merangkap pembantu, ya emang udah sesuai. Saya berniat memberhentikannya saja meskipun saya belum mendapat gantinya. Modal Nekat aja. Ortu dan saudara2 panik karena takut saya gak ada pengasuh lagi sedangkan saya harus bekerja.
Keputusan saya tidak dapat diganggu gugat. Gaji tidak saya naikkan, mau pulang silakan saja!
Sempet stress juga! H-7 dia mau mudik saya belum dapet pembantu. Akhirnya H-6 dapet pembantu dari temen. Nggak tau bagus atau jelek, yang penting ada dulu. Pokoknya saya siap berhenti kerja jika ternyata pembantunya kurang baik.
Mungkin saya terkesan gengsi dan egois. Tapi kalo saya menuruti semua kemauan pembantu apa bukan penjajahan namanya. Padahal kan penjajahan harus dihapuskan!
Pada hari Hnya, saya berikan pembantu gaji, THR dan pesangon. Saya bilang, saya gak mampu bayar lebih, kalo emang mau pulang, gak apa-apa. Saya akan cari yang lain.
Dan reaksinya?
Dia menangis sesenggukan dan bilang menyesal telah mengancam begitu pada mertua saya. Sebenernya bukan dia yang minta naik gaji tetapi keponakannya. Dia gak apa-apa digaji segitu.
Lho lho lho....
Saya sudah deal sama pembantu baru. Lagian kalo saya terima dia lagi, suatu hari sifatnya itu akan muncul lagi. Yah saya bilang aja, saya sudah terima yang baru.
Tak henti-hentinya dia menangis menyesal, bahkan hingga di antar sampe di depan bis.
Nasi sudah menjadi bubur..
Yang ada hanya penyesalan..
Tuhan Maha Tahu dan pasti berikan yang terbaik untuk kita :)

Bekas Jejak Langkah

Diceritakan tentang seorang pelajar yang baru saja menghuni vihara untuk mengemban tugas pelayanan kepada umat. Pada hari yang sama Guru Zen memberikan tugas pertama kepadanya, yaitu mengumpulkan sumbangan dari masyarakat. Di depan Guru Zen ia menunjukkan sikap senang karena telah dipercaya mengemban tanggung jawab tersebut.

Tetapi sampai keesokan siang harinya, biksu tersebut belum terlihat melaksanakan tanggung jawabnya. Biksu pemimpin justru mendapati biksu tersebut tidur. “Kenapa
kamu tidak segera menjalankan tanggung jawabmu? ” tanya biksu pemimpin.

Ia berusaha menghindar dari tanggung jawabnya, dengan beralasan jika beraktifitas akan merusakkan puluhan pasang sepatu. “Daripada saya beraktifitas, bukankah lebih baik saya diam di kamar supaya sepatu-sepatu itu tidak rusak dan bisa digunakan oleh penghuni wihara lain,” ujarnya beralasan sambil menunjukkan puluhan pasang sepatu di bawah ranjangnya.

Biksu pemimpin mengernyitkan dahi, lalu mengajak biksu muda itu menuju halaman depan wihara. “Kalau kamu ingin menjadi biksu yang bijaksana dan disegani di negri
ini, saya akan mengajarkan sebuah cara,” kata biksu pemimpin.

“Apakah kemarin kamu sudah pernah melewati halaman depan ini?” lanjut biksu pemimpin bertanya.

“Ya. Kemarin mudah dilalui karena tidak becek seperti ini,” jawab biksu muda itu.

“Semalam hujan deras, sehingga sekarang tanahnya becek. Coba kamu lewati lagi halaman ini. Pasti kamu meninggalkan jejak kakimu,” perintah sang biksu pemimpin.

Biksu muda mengikuti perintah sang guru, dan ia memang meninggalkan jejak kaki.“Lalu apa artinya semua ini?” tanya biksu muda.

“Jalan yang becek adalah perumpamaan sebuah perjalanan hidup yang membutuhkan perjuangan keras. Tetapi perjuangan itu akan menjadi kenangan manis dan selalu kita kenang ketika kita berhasil melaluinya dengan baik, seperti jejak-jejak kakimu itu yang terlihat jelas,” terang biksu pemimpin.

Penjelasan guru pemimpin benar-benar mengetuk kesadaran biksu muda tersebut. Selanjutnya ia selalu gigih berusaha menyelesaikan tanggung jawab dengan baik, meskipun tantangan yang harus ia terkadang cukup sulit. Setelah melewati proses perjalanan waktu yang cukup panjang, nama biksu tersebut semakin harum sebagai
tokoh pendidikan ajaran Buddha terkemuka di Cina.

Pesan :

Tantangan kehidupan adalah produk perubahan. Sedangkan perubahan itu sendiri bersifat konstan atau abadi. Artinya selama kita masih bernafas, maka kita akan terus menghadapi berbagai bentuk tantangan.

Dari kisah diatas kita dapat belajar bahwa tantangan tak harus kita takuti atau dihindari. Karena tantangan-tantangan mendorong kita menyesuaikan diri, misalnya memperbaiki penampilan, pola pikir lebih positif dan kinerja aktif, kreatif, meningkatkan kemampuan, keimanan dan lain sebagainya. Bahkan tantangan dapat dikatakan sebagai satu hal yang senantiasa dibutuhkan manusia supaya lebih maju. “Anda tidak akan menjadi sukses tanpa menghadapi dan mengatasi sejumlah tantangan dan masalah,” tandas Mark Victor Hansen.
[Oleh: ANDREW HO]