PRT oh PRT [part 2]

Ngomongin PRT emang gak ada habisnya. Barusan abis maghrib ada pasangan muda datang ke rumah. Secara suami adalah sekretaris RT [hihi] tempat meminta surat pengantar kalau mau urus surat ke kelurahan, jadi dikira pasangan muda tersebut mau minta surat. Eh ternyata mau menginterograsi PRT saya.
Ternyata PRT-nya sudah tidak ada di rumah ketika mereka berdua pulang kerja. Dan parahnya lagi mereka tidak bisa masuk rumah karena tidak pegang kunci, yang pegang semua kunci ya PRTnya itu. Sangat disayangkan juga kenapa kok bisa menyerahkan semua kunci ke PRTnya.
Wah pembantu saya ketakutan karena dikira kasus akan dibawa ke polisi. Emang PRTnya mereka tidak punya temen di komplek kami selain ma PRT saya. Tapi sempet saya larang main dengan PRT tsb karena PRT saya cerita dia suka ngomong ngelantur dan merokok satu bungkus dalam satu jam. Sejak itu PRT saya tidak pernah main ke sana lagi.
Mereka berdua kelihatan bingung, bertanya pada kami apa yang harus dilakukan? Wah kami juga bingung. Akhirnya menghubungi mantan RT yang kebetulan tukang, kali aja bisa buka pintu tanpa kunci. Ternyata tidak bisa juga. Akhirnya diputuskan untuk menghubungi ketua RT dan melapor bahwa akan terjadi pendobrakan rumah sendiri. Biar ada laporan doang kali.
Saya, suami dan keluarga mantan RT beserta keluarga lain yang kebetulan keluar rumah dan tau cerita itu menunggu di luar rumah, rencananya mau menemani mereka saat mendobrak pintu. Si Dede juga tidak mau kalah solidaritasnya, hehe, Ikutan main di luar sama anak-anak. Main sepeda. Hahaha bilang aja mau main di luar rumah malam-malam dan ngekor ibunya :)
Sambil ngobrol, sambil nunggu laporan ke Pak RT, tiba-tiba ada sms ke hp si Mbak. Si PRT yang ngilang itu sms dan bilang kalo kuncinya disimpan di tempat "A". Wah langsung kita datangi dan buka tempat tersebut. Dan benar! kuncinya ada. Rame-rama masuk rumah karena yang punya rumah takut masuk sendirian, kami menemukan surat dari PRT tsb. Dia bilang minta maaf dan mohon pamit. Dia tidak mengambil barang, dan jika ada barang yang hilang boleh mencari dia di suatu alamat.
Periksa diperiksa sepertinya memang tidak ada yang hilang.
Cerita dan cerita, memang tidak ada gelagat mencurigakan dari PRT tsb. Dimarahin juga tidak, semua seperti biasa.
Terus ada orang dari depot makanan yang kasih info bahwa dia dijemput seorang cowok dan cewek bawa motor. Entah kemana? Padahal dia tidak punya sanak saudara lagi dan hidup sebatang kara. Semoga saja kedua temannya itu orang baik-baik.
Hemm ada-ada saja.
PRT oh PRT, susah dimengerti.
Kadang kita maklumi mereka dengan keterbatasan pikirannya karena memang pendidikannya rendah, tapi kadang mereka lebih pintar dari dugaan kita. Pintar bisa dalam kategori baik dan buruk.
Jadi mungkin buku personalitu plus berperan yah disini :)

Marah itu gampang atau sulit?

Marah itu gampang, tetapi marah pada waktu yang tepat, tempat yang tepat dan alasan yang tepat serta kadar yang tepat itu yang susah. Demikian kira-kira slogan dari Aristoteles. Kalo salah or kurang maaf :). Saya sangat-sangat kurang ahli dalam mengingat nama dan frase yang tepat.
Memang susah untuk mengendalikan kemarahan. Kemarahan cenderung identik dengan penderita darah tinggi tapi ternyata tidak semua orang pemarah punya penyakit darah tinggi, ada juga yang tekanan darahnya normal atau malah menderita tekanan darah rendah menjadi orang yang pemarah.
Kalo di bali dikenal istilah "basang bawak" alias "perut pendek" Hahaha ada-ada saja. Mungkin dianggap kemarahan berasal dari perut, jika perutnya panjang, kemarahan itu akan menjalani perjalanan panjang pada saluran perut, dan karena kelamaan di perjalanan kemarahannya jadi hilang deh. Berbeda dengan perut pendek, perjalanan marahnya cepet banget sehingga tidak bisa didinginkan dulu. Langsung meledak deh...hehehe
Ah itu hanya istilah saja sih, meskipun ada benarnya juga ya. Kalau orang marah biasanya tidak pernah berpikir dan mempertimbangkan siapa yang salah dan siapa yang benar. Tahunya hanya pengen mengeluarkan kemarahannya saja. Dan sering kejadian setelah kemarahannya reda, dia menjadi menyesal dan malu karena ternyata itu adalah hal yang sepele atau ternyata dia yang salah. Tetapi untuk yang “merasa” benar, mungkin akan “merasa” semakin benar dan tidak memikirkan dampaknya bagi yang kena marah.
Terkadang kemarahan itu juga adalah suatu kebiasaan. Jika tidak marah sehari rasanya tidak enak, begitu katanya. Tapi bagaimanapun, kemarahan yang tidak sesuai kadang memberikan hasil yang kurang baik kepada yang marah dan yang kena marah.
Jadi ketika kita mulai ada indikasi untuk marah cobalah bertanya dulu:
- apakah ini waktu yang tepat untuk saya marah dan/atau meluapkan kemarahan saya kepada orang lain?
- apakah ini tempat yang tepat untuk saya marah dan/atau meluapkan kemarahan saya kepada orang lain?
- apakah alasan saya sudah tepat sehingga saya bisa meluapkan kemarahan saya saat ini kepada orang ini?
- akan seberapakah kadar kemarahan yang harus saya tumpahkan saat ini kepada orang ini sehingga sesuai dengan alasan ini?
Ketika kita bertanya dan berusaha menjawab sendiri keempat pertanyaan itu, maka kemungkinan besar kemarahan yang tidak berguna tidak akan terjadi. Tetapi yang terjadi adalah marah dengan situasi, kondisi, sasaran, alasan dan kadar yang sesuai sehingga si pelaku yang melakukan kesalahan akan menyadari kesalahannya tanpa dendam dan harapannya mau memperbaiki diri serta tidak mengulanginya dikemudian hari.
Selamat mencoba dan mempraktekannya bagi yang pengen :)