Anak Pertamaku
Ibuku Guruku Pahlawanku
Ibuku adalah guru pertamaku
Bukan karena beliau adalah memang seorang guru SD :), tetapi karena memang beliau mengajarkan banyak hal terutama tentang kehidupan.
Banyak sekali nasehat yang diberikannya sampai-sampai kadang aku merasa banyak sekali aturan-aturan ibuku hehe, karena setiap nasehat berujung dengan aturan hahaha.
Yang saat ini ingin saya tulis adalah tentang menjadi Ibu :)
Ibuku adalah orang desa, jadi aku juga termasuk orang desa karena lahir di desa hahaha
Jadi tidak ada pembantu dan semua dikerjakan sendiri. Sejak SD saya sudah diajarkan untuk membantu Ibu dengan alasan semua wanita harus bisa bekerja seperti menyapu, merapikan rumah dan memasak. Sekolah dan belajar tetap nomor 1, tapi disela waktu bermain dan belajar tentu ada waktu luang untuk membantu Ibu.
Pesannya adalah : setinggi-tinggi sekolahmu nanti, setinggi-tingginya jabatanmu nanti di pekerjaan, kamu tetap harus bisa mengerjakan pekerjaan rumah, apalagi jika menjadi seorang istri atau ibu. Kedudukan dan gaji boleh lebih tinggi daripada suami tetapi di rumah, istri adalah istri :).
Ketika aku mempunyai baby, Dede, dan posisi masih kerja kantoran, ada nasehat tambahan lagi hehehe, yang tentu saja sangat bermanfaat.
"Menjadi Ibu bekerja memang berat. Jadi kamu harus kuat-kuat. Tanggung jawabmu bertambah besar, terhadap suami, anak dan pekerjaan. Pekerjaan yang lain tetap, tetapi karena ada bayi yang harus disusuin dan diurus, maka kuatkanlah mental dan fisikmu".
Huhuhu benar sekali!!
Ketika aku mempunyai baby lagi, Didi, dan posisi sudah resign tetapi tanpa asisten di rumah, rasanya begitu berat mengatur waktu untuk bisnis dan keluarga.
Aku seperti kekurangan waktu..
Aku seperti kehabisan tenaga..
Dari sekian deretan to do list hanya sedikit yang tercapai.
Nasehat dari para tetangga yang memang kebanyakan ibu-ibu sepuh saya lakukan juga untuk mencari pola kerja yang baik :D.
Bersamaan dengan itu, sepertinya para asisten ngumpet tidak ada yang mau bekerja :D
Muncullah nasehat berikutnya :)
"Kamu harus tabah, sabar dan kuat.
Jaga kesehatan dan kondisi agar tetap fit karena roda kehidupan rumah tangga bergantung padamu, apalagi masih menyusui.
Mengurus batita dan si kakak sambil bekerja memang agak repot.
Utamakan yang penting saja, tidak semua harus berjalan sempurna.
Yang paling penting anak-anak terurus dengan baik"
Hemm akan kucoba nasehat ibuku ini.
Semoga berhasil!!
Seorang teman juga memforward emailnya yang berjudul :
Anak adalah raja di rumah kita,
yang saya penggal sbb :
Hidup adalah hari ini. Sekali harus berarti, meskipun esok harus mati. Maka ketika istri butuh mendekat sekedar ingin bercengkerama, ketika anak-anak butuh memeluk hanya sekadar untuk bermanja-manja maka tnapa sadar sering kita malah menghardiknya .. Bukan kita tak sayang keluarga, tapikarena mereka mendekat pada saat yang tidak tepat.
Ketika kita sedang berkonsentrasi pada pekerjaan, sedang berdarah-darah menata hari depan, dan inipun demi kepentingan mereka pula. Jadi demi hidup yang didepan, kita terkadang mengorbankan kebahagian hari ini,begitu tekad yang ada dalam benak kita.
Dan benarlah. Banyak anak-anak terpaksa kehilangan kegembiraannya di hari ini, karena orang tua sibuk menata hari depan yang di sana. Banyak suami-istri lupa bermesraan karena mereka sibuk merancang kemesraan di hari depan. Sementara ketika masa depan itu benar-benar datang, anak-anak telah kepalang kehilangan masa kekanakannya. Ia telah menjadi pribadi yang kepalang luka dan tak bisa menarik waktu kanak-kanaknya kembali. Ada jenis masa depan yang kemudian menjadi berhala, karena ia meminta terlalu banyak tumbal kebahagiaan yang jelas-jelas sudah nyata ada di sini, di hari ini: anak-anak kita dan masakanak-kanak mereka. [Oleh: Prie GS]
Bekerja dari Rumah, Apakah Karena Ibu Mengalah?

Selamat Ulang Tahun Ke-73, Farmasi ITB
73 tahun Farmasi ITB
Bangga menjadi Alumni ITB
Jadi mengingat perjuangan awal kuliah tahun 1996 .
Memberanikan diri merantau dan hidup mandiri, banyak sekali pelajaran
dan pengalaman berharga. Bertahan, berjuang dan bisa lulus semata-mata
karuniaNYA. Belajar berhemat di tempat kos, mengusahakan beasiswa bebas SPP untuk membantu meringankan beban orang tua, berjuang lulus tepat waktu sehingga tidak menambah biaya hidup untuk kos dan segera lanjut ke pendidikan proferi Apoteker
Menjelajah jakarta dan bekasi untuk kerja praktek
apoteker...wow banget rasanya. Bertemu banyak dewa-dewi penolong selama
masa itu, juga atas karuniaNYA. Ada teman seperjalana, menemukan tempat kos yang murah dan bahkan sempat menumpang di rumah seorang Ibu yang baik hati. Tak kalah baiknya, seorang berpakaian preman yang tahu saya kemalaman pulang ke Bandung berbaik hati menitipkan saya kepada sopir bis dan berpesan agar saya selamat sampai di Bandung. Ya kala itu masih polos, tidak terpikir kejahatan hidup seperti berita di media sekarang ini. Yaa hanya KUASA TUHAN yang menggerakan hati orang-orang untuk menolong saya. Terimakasih
Keterima kerja di Cikarang
sebelum sumpah jabatan? Benar-benar atas kuasaNYA. Mungkin tahu saya
harus bantu melunasi utang yang mungkin masih tersisa untuk biaya hidup
dan kuliah saya . Bertemu senior dan teman kerja yang mengajari saya banyak hal, luar biasa
Dimudahkah pula proses pindah dan keterima kerja di kota tempat saya membangun keluarga . Belajar banyak dari teman baru yang berbeda karakter itu juga pengalaman berharga yang menguatkan saya dari waktu ke waktu.
Baru
9 tahun pengabdian saya di dunia farmasi yang saya cintai, terutama di
formulasi, hati luluh dengan wajah polos anak saya, dimana saya
bertanggung jawab sebagai ibu untuk mendidiknya dengan sebaik yang saya
bisa, semasih ada waktu dan kesempatan. Jadi saya berbisnis online di
rumah sehingga bisa dekat dengan anak-anak. Ilmu farmasinya terpakai
untuk keluarga saja , bersyukur selama 14 tahun mengasuh anak-anak, atas karuniaNYA, kesehatan mereka selalu terjaga. Suksma
Semoga
Farmasi ITB tetap jaya, maju pendidikannya, terdepan inovasinya dan
menghasilkan putra-putri bangsa yang berkarakter dan mendukung kesehatan
masyarakat Indonesia
Senyumku Tidak Secerah Hatiku
Saya mengenal sebuah keluarga broken home dimana si anak ini ditinggalkan dengan cara halus oleh keluarganya karena dianggap nakal, urakan, tidak nurut dengan orang tua dan orang tua sudah tidak sanggup menasehatinya.
Mengapa saya katakan ditinggalkan secara halus? Ya karena dia bukannya diusir atau dimaki-maki dimarahin melainkan ditinggalkan di rumah keluarga, sementara keluarga lain pindah ke rumah baru. Rumah baru yang lebih sederhana, bukan rumah baru yang lebih bagus seperti di sinetron-sinetron. Fasilitas material tetap diberikan tapi fasilitas bathiniah sudah tidak ada sama sekali sepertinya. Saya katakan sepertinya karena saya hanya orang luar saja, tidak tahu masalah, tidak tahu mana yang benar dan bukan kapasitas saya untuk menilai, hanya memetik pelajaran darinya.
Akibat kesendiriannya di masa remaja, siapa lagi yang dia cari kalau bukan teman-teman yang bisa menghiburnya dan menemaninya. Temannya bergantian menemani dia, semoga saja teman-teman yang baik dan bukan memanfaatkannya.
Suatu hari seorang teman berkata : "beruntung banget sih hidupmu A (sebut saja namanya A)! Semua dipenuhi, rumah disediakan, makanan catering, pembantu bersihkan rumah dan cuci-cuci juga ada, belum lagi mobil, motor, dan sepeda ini... ini kan mahaaal banget". A : beruntung kaaan, kalian mau ga tukeran sama aku? Teman-teman : ya maulaah, kurang apa lagi hidupmu! A pun tertawa (sumbang)
Sawang
sinawang, begitu kalau orang Jawa bilang. "Hidup itu
hanya memandang dipandang" atau versi selengkapnya "hidup itu hanya
tentang memandang dan dipandang, jadi jangan hanya memandang dari apa yang
terlihat." Terlihat bahagia dari luar, siapa yang tahu di dalam hatinya. Terlihat tertawa di luar, siapa yang bisa melihat hatinya. Terlihat kaya materi, namun bagaimana dengan kasih sayang yang dia butuhkan?
Jangankan jiwa-jiwa muda yang lebih dominan melihat fisik saja, kita yang sudah usia juga kadang masih berlaku demikian.
Kembali lagi dengan si anak A, saya tergelitik untuk introspeksi diri, belajar dari situasi tersebut karena saya memiliki anak menginjak remaja, harapannya dia bisa bahagia hidup bersama keluarga. Dari curhat yang saya dengar dikatakan bahwa sang ayah sibuk bekerja dan dia dimanjakan dengan materi. Namun entah karena kesalahan apa yang mungkin tak termaafkan, akhirnya dia menjadi sendiri. Semua menyalahkan si anak.
Saya sebagai pendengar ya hanya mendengar saja, tidak berani berpendapat tentang masalah mereka karena itu benar-benar urusan dalam negeri dimana saya tidak tahu masalah "awal"nya. Namun sesekali memberikan sedikiiit pandangan berbeda untuk sedikit meredam isu yang ada sekaligus pandangan baru karena selama ini semua melihat dari kacamata bahwa dia anak nakal, tidak melihat kenapa dia jadi nakal?
Jadi kadang saya hanya bertanya : apakah tidak termaafkan si anak sehingga bisa berkumpul kembali? Apa penyebab awal dia nakal, tidakkah nanti dia ada "sakit" hati yang tidak tersalurkan atau sesuatu yang dipendam. Atau kadang mengajak membayangkan, kalau kita jadi si anak ini, bagaimana perasaan kita? Jawabannya ada pada keluarganya, saya tidak bisa banyak membantu selain menyarankan ke ahlinya langsung yaitu konsultasi ke psikiater atau orang yang bisa dimintai pendapat sebagai ahli.
Menjadi orang tua tidak ada sekolahnya. Kita langsung praktek. Teori ada banyak di online dan buku-buku, namun penerapannya sangat tergantung pada situasi dan kondisi di lapangan, bukan hanya kondisi si anak, namun sangat tergantung dengan kondisi emosi orang tua dan orang-orang di sekitarnya.
Zaman juga jauh berbeda sehingga pengasuhan yang kita terima dari orang tua kita belum tentu bisa diterapkan terhadap anak-anak kita. Orang tua zaman now harus mau belajar lebih banyak, terbuka, berkomunikasi aktif dengan anak-anaknya sehingga memberikan tempat paling aman yang pertama dituju anak-anak untuk bercerita.
Semoga segera ada jalan keluar untuk tokok utama cerita saya dan kita berdoa semoga anak-anak kita bisa menjadi anak yang berbhakti pada orang tua, bangsa dan negara, berguna dalam masyarakat.