Bekerja dari Rumah, Apakah Karena Ibu Mengalah?

Suatu hari sebelum pandemi, saya mengikuti suatu acara dan bertemu dengan seorang Ibu yang sudah pensiunan. Sempat basa-basi mengobrol untuk menunggu acara dimulai.
Biasalah yang ditanya kalau sesama Ibu adalah putranya berapa, kerja dimana? Saya pun menjawab dan balik bertanya untuk basa-basi juga :)
 
Ketika tahu saya sudah resign beliau spontan berkata, "Wah sudah resign? Sayang sekali ya bu. Tapi Ibu mengalah ya untuk anak-anak."
Saya sedikit tertegun dengan kata mengalah. Apa iya istilahnya mengalah? apakah Ibu harus mengalah?
Tapi dalam berbasa basi saya memang jarang berdebat, apalagi dengan orang yang baru saya kenal dan belum tentu nanti ketemu lagi. Tidak ada hubunganya juga dengan saya dan jika saya menjelaskan panjang lebar juga ga ada gunanya buat si Ibu :). 
Jadi, saya iyakan saja bahwa saya bekerja di rumah karena keinginan sendiri dan untuk anak-anak.

Memang tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Bertemu si Ibu pun pasti bukan suatu kebetulan. Memberikan sudut pandang baru atau mungkin bahan perenungan.

Demi anak-anak, iyaa bener, tapi kalau dibilang mengalah sih enggak juga ya. 
Eh bukan artinya saya maunya menangan dan ga mau kalah...
Tapi kalau kata-kata mengalah kayaknya resign dengan tidak ikhlas...begitu sih kesannya bagi saya, kurang tahu juga bagi orang lain.
Dan kalau ga ikhlas, ntar kerja di rumahnya jadi ga happy 🙂
 
Sedangkan saya pribadi ya memang keinginan sendiri kerja di rumah deket anak-anak karena berdasarkan pengalaman saya bekerja dengan meninggalkan anak di rumah terasa tidak tenang, apalagi tanpa pengawasan keluarga.
Pengennya juga tetep gajian supaya lebih bebas mengatur keuangan keluarga, merencanakan pendidikan anak-anak dan tentu saja lebih banyak membantu sesama. 
 
Memang tidak masalah sih kata mengalah atau istilah lainnya, toh sama-sama resign. Hanya tentang rasa saja. Dan bagi saya si rasa ini pengaruh banget ke diri dan juga orang-orang di sekitar kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar